Langsung ke konten utama

Perempuan di Paruh Waktu


Di antara gedung yang beradu mencakar langit,
dengan komponen arsitektur yang menebar sengit.
Entah siapa yang sedang menjadi sosok paling pelit.

Lalu di sudut gang kampung yang sempit,
barisan tikus berlarian keluar parit,
dalam sekejap perempuan itu menjerit.

Menjelang berganti hari,
barangnya sudah terkemas rapi.
Lelaki itu bersikeras melepasnya pergi.
Meski raut wajahnya masih kalut pada emosi.
Entah karena birahi yang tak kunjung terpenuhi.
Atau sekedar memastikan raganya tak ada di kota yang sama lagi.

Matahari menyingsing dari arah yang sama,
gurat sinarnya menyusup lembut dari kaca jendela,
seakan memaksa fungsi matanya bekerja lalu meraba-raba.
Apakah sudah tiba?

Ah semua masih sama saja.

Kendaraan mengular panjang di setiap ruas jalan.
Polisi berjaga dan sesekali melambaikan tangan.
Apalagi kalau bukan masalah pelanggaran?

Perempuan di paruh waktu,
masih saja diam terpaku.
dengan sorot mata yang sayu,
dengan bibir yang masih membisu.


Perempuan di paruh waktu,

menemui pikirannya berlarian,
sesekali tersenyum takut ketahuan.
berbinar matanya penuh keingintahuan.
dari tiap sudut gerak pembangunan,
yang ditemui tiap ruas jalanan.
terpukau dengan gedung bertingkat puluhan,
berkhayal dinamika suatu pekerjaan,
lalu ditemukannya ruas kehidupan,
yang belum pernah disaksikan.

Tidak ada yang merayakan datangnya senja,
Tidak ada yang menantikan hadirnya terbit.
Monas tak pernah semegah itu.
Bundaran HI tak pernah sesepi itu.
Trotoar jalan tak pernah selengang itu.
Patung pancoran tak pernah semenarik itu.
Sentra perbelanjaan tak pernah semahal dan seramai itu.

Kita ini tau apa tentang itu?
Bukankah memang seperti itu?
Atau jangan jangan perempuan di paruh waktu
yang sengaja menyarankan hal semacam itu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaki Waktu dan Kamu

aku ingin memaki waktu. lalu bertanya mengapa kita harus bertemu? kamu hanya bilang, pasti ada alasan tertentu. aku ingin memaki kamu. yang merenggut terlalu banyak kesabaranku. yang mengambil seenaknya senyumku. yang meminjam terlalu lama waktuku. yang merampas rinduku. aku ingin memaki waktu. saat aku harus bertemu kamu. saat aku harus bersama kamu. aku ingin memaki kamu. seandainya kamu tak rajin menyapaku. seandainya kamu tak tersenyum padaku. seandainya kamu tak merecoki hari-hariku. seandainya kamu tak banyak menyuruhku. seandainya kamu tak menghubungiku saat itu. seandainya kamu tak minta aku menemanimu. seandainya kamu tak perlu menyimak ceritaku. seandainya kamu tak perlu datang kerumahku. seandainya kamu tak pernah membaca tulisanku. seandainya kamu tak banyak menebar pesonamu. seandainya kamu tak mengajakku makan sore itu. seandainya kamu tak ceramah panjang di hadapanku. seandainya kamu tak pergi ke konser musik kesukaanku. sean

Berkisah

kita seringkali berkisah, sekedar berkeluh kesah, saat bau tanah masih basah. aku tak fasih menyanggah, dan kamu enggan mengambil jalan tengah. katamu kita ini terlalu sering tertunduk pasrah. dengan setengah terpaksa dan dipaksa, kita memilih berpisah. titik temu seperti suatu wilayah entah berantah. kita tak cukup tenaga dan waktu untuk membantah. sementara semesta mengizinkan raga sejenak singgah. lalu kita sama-sama resah, saat menyambut sebuah senyum merekah.

Belantara Peristiwa

Sumber gambar : Pinterest Satu kompi pergi menjauh, lalu ku dengar orang - orang mengeluh. Baju - baju sudah penuh dengan peluh, lalu faktanya sudah banyak yang terjatuh, Kisah - kisah menjadi seperti t ak pernah utuh.     Penjual bunga masih gigih di jalanan, entah berapa puluh tangkai yang dirangkai seharian. Pengamen masih asyik dengan nyanyian, namun tak ada sebatang rokok yang dinyalakan. sebab tiga uang koin ga sanggup buat jajan. Lagi - lagi ia mampir makan di angkringan. Para kuli kalap dengan hidangan. Sementara di pojok taman, Dua orang asyik berkencan, Sesekali mesra bergandengan. Tak jarang menuai pertikaian, Sebab tak ada kabar yang tersampaikan. Siapa lagi yang me ngh arapkan pe rtemuan?   Lanta s siapa lagi yang bisa saling disalahkan? Begitu enggan, dan dengan sungka n, Seorang bap ak merapal jumlah kecelakaan,   yang menyisakan darah - darah bececeran, t api tak kunjung jua menuntas perasaan.   Dengan