Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Kepada : Punggung

Kepada punggung : Yang rela membeli ratusan tiket keberangkatan, dan selalu berakhir dengan pembatalan. Ia masih duduk termangu, ada seseorang yang masih ingin ditunggu. Kepada punggung : Yang selalu memesan kopi, pada pukul dua pagi. Ia selalu memaksa fungsi tubuhnya tetap bekerja, sebab ia tak bisa berhenti terjaga. Kopi hitam itu selalu menjadi andalan, entah karena warna pekatnya, entah karena aroma seduhannya, atau entah karena sugesti yang menenangkan.  Kepada punggung : Yang enggan menulis pesan singkat, justru membawa se-bucket mawar putih sebagai pemikat. Di sudut ruangan Ia masih sibuk melukis, ada banyak perihal berkecamuk yang ingin ditepis. Kertas, Kanvas, Kuas, Ia ingin mereka semua puas. Kepada punggung : Yang memilih lebih banyak diam di depan jendela, sebab banyak hal yang telah ia cela. Ia tak ingin diusik, bahkan hanya dengan bisik. Kepada punggung : Diabaikannya jemputan, Ditolaknya pengakua

Rembulan di Peraduan

Semalam, Rembulan mengambil posisi di tengah Peraduan memberi surat pengaduan atas nama kemanusiaan. Surat pengaduan kepada Tuan yang tidak ingin memberikan pengakuan, bahkan satu kalimat berisi penjelasan, kepada waktu yang ingin selalu ditunggu. Pukul dua belas malam, lampu kota telah padam Secangkir kopi masih tersedia, sebab segelintir manusia masih terjaga. sebab Rembulan masih ingin menjaga.     Sementara, di balik tirai - tirai kegelapan, Rembulan masih membuat kegaduhan di tengah Peraduan lewat temaramnya sinar di atas jembatan menyebar benih kenangan di sepanjang jalan. Semalam, Rembulan mencemaskan datangnya pagi, sebagai tanda Peraduan kembali menutup diri, enggan diberi janji bahkan sekedar untuk berbasa - basi.  

Rasuk

Embusan nafas sengaja diatur tenang, menutupi helaan agar terlihat tidak tegang. Ada kerjasama yang tidak diketahui, dari senyawa, suhu, hingga tekanan udara. Melebur -- menyesuaikan diri Agar tidak menimbulkan sesak, yang semakin berontak. Untuk k esekian kalinya , raga i ni mendongak ke atas. memastikan tidak ada bat as. B eranggapan bahwa semesta tak bersekat, tak ada tali yang mencekat, sebab akan selalu ada tujuan tertambat. Resah kembali tergugah. Bungkamku dan bungkammu menjadi muara, pada semesta yang tak banyak bicara dengan suara. Bersama mengharap diredam aksara. Kami --- rasuk merantai ayat dalam khusyuk menopang agar tak ada yang jatuh tertu nd uk. Kami --- rasuk pada masing masing distraksi mencegah adanya distorsi. Kami --- rasuk berpijak dalam tanah membaca pertanda pada anak panah lepas, bebas, mencari arah. Kami --- rasuk menari di dalam ladang bersama ilalang berkisah hingga dijemput petang. Kami --- rasuk menyelinap di