Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Senandung Senja

Mentari mengindik malu, menghempas penatnya di peraduan manis bernama cakrawala. Sang Gadis kembali mencari inspirasi namun tak ingin berfantasi. Senja bersenandung teduh, hati berlapis baja mulai luluh, menepis rapuh, seakan takut kembali terjatuh. Apakah mimpi ini terlalu tinggi? Apakah angan ini terlalu jauh? Apakah harapan ini terlalu berlebihan? Apakah khayalan ini terlalu fatamorgana? Atau Apakah disini lupa bagaimana mencatat impian? Apakah disini lupa bagaimana membuat angan? Apakah disini lupa bagaimana cara harapan bekerja? Apakah disini lupa bagaimana fatamorgana identik dengan khayalan? Terlalu banyak keluhan! Lantas, apa tak ada yang berjuang? Mengubah keluhan menjadi senandung? Bukankah begitu cara hidup bekerja?

Masih Ingat Senja?

Namanya senja. Nama yang bagus bukan? Senja bersua pada mentari, melambaikan tangannya dan melepas kepergiannya di ujung cakrawala .   Senja menjemput rembulan, menjamunya kemudian menyambut dengan sendu. Setelah personil dewi malam lengkap, senja kembali menyembunyikan diri. Di kawasan lintang sekian dan keadaan horizontal sekian, senja kembali tak nampak. Siapa yang tau? Di bawah naungan senja, kedua bocah itu berjalan beriringan melintasi rel kereta api. Di bawah naungan senja, kedua bocah itu saling berceloteh, bercerita, dan menumpahkan tawa mereka. Di bawah naungan senja, kedua bocah itu bernyanyi sembari mengisi sela jemari mereka yang kosong. Di bawah naungan senja, kedua bocah itu bersepeda menyusuri perkotaan dan terhenti kelaparan. Kedua bocah itu mencari arah, melintasi aral hingga terhenti di altar. Saat mereka dewasa kelak, Masihkah mereka sempat mengingat senja? Masihkah mereka sempat mengindik malu dari balik jendela untuk melihat guratan oranye yan

Sudut Taman Budaya

Gedung itu berdiri tegap, berselimut tembok kokoh-berpondasi tangguh Menghadang hasil karya seniman Meraba jiwanya, membakar semangatnya Menguras raganya untuk sumbangsih berkarya Gedung itu berdiri tegak menantang dalam  keramaian kota Menyombongkan diri dengan anulir hiruk pikuk perkotaan Meredam bisingnya suara-suara berkelas tinggi Mengalihkan sejenak hati penikmat seni untuk mengapresiasi Senja bergulir, petang menjemput Aku menerka, menerawang dan meramalkan setiap kejadian Panca indra bekerja layaknya seksi dokumentasi, mencoba merekam Seandainya lensa mata bisa menangkap setiap kejadian, Aku akan memintanya bekerja seperti itu Lantunan musik tradisional membuka tirai malam itu, Harmonisasi antara nyanyian sang biola dan sang empu Membawa taman budaya pada sudut klasikal kontemporer seumur jagung Disudut taman budaya yang lain, Tuan nona kesepian duduk sebangku dan terpaku berdua tak terduga Membi