Langsung ke konten utama

b u n g k a m



Bungkam itu perlahan menyeruak dari sanubari.
Jemari itu tak se luwes biasanya, perlahan terasa kaku.
Jiwa itu tak setenang biasanya, perlahan terasa terbelenggu.
Senyum itu tak selepas biasanya, perlahan terasa kelabu.
Seakan lengah menyibak tirai - tirai dari jendela kehidupan yang kelamaan terasa membosankan. 
Rasa hambar yang muncul ketika kau coba menyibaknya.

Bukankah, selama ini kamu yang saya kenal, atau saya yang kamu kenal sama - sama mengerti apa yang terjadi?
Lantas, apa yang salah?

Jarum jam masih terus berputar ke arah kanan.
Bukan lagi soal menghitung detik yang teracuhkan, menit yang terabaikan, bahkan hitungan jam, hari, bulan, dan tahun yang lama - lama terhempas kasar ke dalam kenangan.
Kenangan yang seharusnya dapat kamu dan saya habiskan dengan senyum yang merekah diselingi tawa yang lepas hingga senja bahkan petang menjemput bersamaan.
Kenangan yang seharusnya dapat kamu dan saya andai - andai dengan tersipu malu.
Kenangan yang seharusnya dapat kamu dan saya kumpulkan hingga akhirnya sama - sama memberi tahunya, ketika saya dan kamu bertemu lagi.
Kenangan yang seharusnya tak perlu luka ketika dikeruk.
Kenangan yang seharusnya tek perlu takut ditorehkan.
Kenangan yang seharusnya tak perluk sungkan diceritakan.

Pernah Engkau dapati jarum jam berputar ke arah kiri?
Mustahil dan tentunya susah ditemukan, kecuali jam yang kau jadikan patokan berada pada kondisi yang tidak semestinya.
Seperti itu keadaannya.
Saling mendoa, berharap waktu dapat berbalik semudah ketika saya dan kamu membalikkan telapak tangan.
Apa yang menjadi tumpuanku dan tumpuanmu sama - sama berada pada patokan dengan kondisi tak semestinya.

Semacam pertanyaan tanpa tanda tanya.
Akan ada masanya, dimana dinding yang selama ini kamu dan saya bangun dengan sama tinggi akan tergerus.
Akan ada masanya, dimana kamu dan saya semakin berjalan lebih jauh maka akan mengikuti teori Christopher Colombus.
Akan ada masanya, jalan berpencar yang selama ini kamu dan saya ambil akan berada pada suatu titik temu.
Akan ada masanya, setiap langkah kamu dan saya yang terjejak di muka bumi  berada di suatu jalan buntu.
Akan ada masanya, dimana kamu dan saya bersamaan memandangi sinar bulan yang menjerumuskan pada kenangan.
Dan akan ada masanya pul, catatan perjalanan kamu dan saya akan terkhatamkan bersamaan dengan adanya pertemuan.

Untuk itulah.
Mengapa, ada bungkam yang mengintai ruang.
Mengapa, ada bungkam yang merantai kata.
Sebab,
Semesta bicara tanpa bersuara
Semesta kadang buta aksara.
Sebab,
membisu itu anugrah.
berbahagialah, senantiasa.
tersenyumlah, senantiasa.
seperti hadirmu, di ujung kegelisahan yang terbungkam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaki Waktu dan Kamu

aku ingin memaki waktu. lalu bertanya mengapa kita harus bertemu? kamu hanya bilang, pasti ada alasan tertentu. aku ingin memaki kamu. yang merenggut terlalu banyak kesabaranku. yang mengambil seenaknya senyumku. yang meminjam terlalu lama waktuku. yang merampas rinduku. aku ingin memaki waktu. saat aku harus bertemu kamu. saat aku harus bersama kamu. aku ingin memaki kamu. seandainya kamu tak rajin menyapaku. seandainya kamu tak tersenyum padaku. seandainya kamu tak merecoki hari-hariku. seandainya kamu tak banyak menyuruhku. seandainya kamu tak menghubungiku saat itu. seandainya kamu tak minta aku menemanimu. seandainya kamu tak perlu menyimak ceritaku. seandainya kamu tak perlu datang kerumahku. seandainya kamu tak pernah membaca tulisanku. seandainya kamu tak banyak menebar pesonamu. seandainya kamu tak mengajakku makan sore itu. seandainya kamu tak ceramah panjang di hadapanku. seandainya kamu tak pergi ke konser musik kesukaanku. sean

Berkisah

kita seringkali berkisah, sekedar berkeluh kesah, saat bau tanah masih basah. aku tak fasih menyanggah, dan kamu enggan mengambil jalan tengah. katamu kita ini terlalu sering tertunduk pasrah. dengan setengah terpaksa dan dipaksa, kita memilih berpisah. titik temu seperti suatu wilayah entah berantah. kita tak cukup tenaga dan waktu untuk membantah. sementara semesta mengizinkan raga sejenak singgah. lalu kita sama-sama resah, saat menyambut sebuah senyum merekah.

Belantara Peristiwa

Sumber gambar : Pinterest Satu kompi pergi menjauh, lalu ku dengar orang - orang mengeluh. Baju - baju sudah penuh dengan peluh, lalu faktanya sudah banyak yang terjatuh, Kisah - kisah menjadi seperti t ak pernah utuh.     Penjual bunga masih gigih di jalanan, entah berapa puluh tangkai yang dirangkai seharian. Pengamen masih asyik dengan nyanyian, namun tak ada sebatang rokok yang dinyalakan. sebab tiga uang koin ga sanggup buat jajan. Lagi - lagi ia mampir makan di angkringan. Para kuli kalap dengan hidangan. Sementara di pojok taman, Dua orang asyik berkencan, Sesekali mesra bergandengan. Tak jarang menuai pertikaian, Sebab tak ada kabar yang tersampaikan. Siapa lagi yang me ngh arapkan pe rtemuan?   Lanta s siapa lagi yang bisa saling disalahkan? Begitu enggan, dan dengan sungka n, Seorang bap ak merapal jumlah kecelakaan,   yang menyisakan darah - darah bececeran, t api tak kunjung jua menuntas perasaan.   Dengan