Langsung ke konten utama

Kisah Tentara Diktaktor






Derap langkah kaki serdadu tentara bergerak mendekat,
hentakkan ketegasan selimuti naluri, jiwa yang kosong
semua yang ada disitu membisu tak bergerak,
terbuai begitu lihai dalam derap langkah sang tentara angkuh

Bahkan,tak ada yang dapat mempercaya semua ini
semua orang menjelma menjadi upik abu
korban diktaktor,
menuruti setiap hentakkan suara lantang sang tentara angkuh

terpenjara dan terjerembab
hingga tak dapat menembus keluar,
pada saat itu semua berlutut, menangis dan berteriak semampunya
lalu, akankah adakah uluran tangan?
adakah yang akan menjaga kami ketika nanti, sebelum kami terjatuh?
adakah yang nantinya akan berdiri disamping kami?
adakah yang nantinya akan melingkarkan badannya disekitar kami?
adakah yang akan membawa kami lari?
adakah yang akan menyelamatkan kami?
Dan akankah nanti akan ada yang mengajari kami "apa itu bahagia"

Kepada tentara angkuh,
atas segala diktaktornya yang tak pernah masuk akal
saat seulas senyum mampu terukir di salah satu bibir anak cucu Adam
semuanya akan berakhir begitu saja, tanpa perlu dikenang
Segala beban yang selama ini ia tutupi dari rakyat yang ia lindungi

Rakyat berselimut luka,
semuanya telah membekukan rasa, jiwa dan raga
setiap hari mengupayakan intuisi khayalan semata
namun yang didapat justru segumpal bengis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebentar

Aku bilang tunggu sebentar. Kita sedang tak saling mengejar. Kita juga tak sedang asik berkelakar. Katamu kau tak suka sesumbar. Begitu urusanmu dan minuman di bar. Atau tentang mengapa matamu selalu berbinar. Kau juga tak suka hingar bingar. Tak peduli dengan berita yang tersebar. Atau karena pasangan yang baru saja bubar. Lalu aku sibuk merapal ikrar, di tengah pulau dan terdampar. Cinta ini kau bilang harus dibayar. Dengan setengah mendesak dan tak sabar. Aku bilang tunggu sebentar. Kamu dan fantasimu yang liar. Namun jauh dari caraku bernalar. Begitu pula pandanganku membuyar.

Liburan.

sumber gambar : raya pos siapa pembenci liburan? semua sarana diwarnai kepadatan. orang - orang membentuk kerumunan, di stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, disibukkan jam keberangkatan dan kedatangan.  dan ruas jalan tidak pernah lepas dari bumbu kemacetan. hanya pada saat liburan. akan ada kelipatan setiap antrean. beramai - ramai membuat keributan. semua orang berduyun - duyun mencari hiburan. saat berhasil rebutan, dengan souvenir kesukaan. akan menjadi sesuatu yang membanggakan. kau akan terus bersenggolan, dengan orang asing yang berpapasan. lalu kau akan dengar teriakan, tukang becak yang tidak diberi jalan, dan pedagang yang sedang berjualan. kaum lanjut usia mulai kelelahan, berjalan menuju parkir kendaraan. anak kecil meronta tentang mainan, yang dijual pedagang pinggir jalan. tidak akan yang mempermasalahkan, tentang jumlah rupiah yang dikeluarkan. begitulah liburan. yang digadang melepas kepenatan. j...

Fatamorgana

Sumber : Pinterest Sudah cukup lama, dua pasang mata, ingin berbicara, dalam sebuah bahasa. Seolah menuai cerita, bahwa dunia ini fana, dan tidak ada apa-apa. Tak banyak kata, yang diselipi makna. Pukul satu malam. Begitulah janji itu terbungkam. Lampu kamar kian temaram, Dan ia masih saja terdiam, Asyik dengan deret kalimat yang terpendam. Dua pasang mata itu tak kunjung terpejam. Katanya dunia ini terlalu kejam, Usai kulihat tubuhnya penuh lebam. ia tak pernah berhenti, menciptakan beragam ilusi. Lalu menuai inspirasi, tanpa sebuah selebrasi. Entah apa yang ia cari, kutemui ia berjalan kesana kemari, lagi-lagi hanya seorang diri, di setiap percakapan dini hari. apakah kita punya luka yang sama? apakah kita membaca halaman buku yang sama? apakah kita menghafal lirik lagu yang sama? apakah kita punya kesamaan tanpa aba-aba? Dari jauh, Terlihat jelas raganya masih utuh, Meski jiwanya tinggal separuh, Tak ada yang berani menyentuh. ...